Sunday, April 20, 2008

KONSEP KEPEMIMPINAN JAWA

[Dalam Ajaran Sastra Cetha dan Astha Brata]
Kepemimpinan menurut budaya Jawa bentuk dan konsepnya multi varian, bahkan setiap genre pasti memiliki corak yang berbeda. Kendatipun demikian, konsep-konsep tersebut arahnya menuju sebuah paradigma keseimbangan [equilibrium].
Dikaitkan dengan sastra Jawa, banyak konsep kepemimpinan yang dicipta, karena dalam sastra Jawa, penuh dengan keteladanan yang diwujudkan sebagai bentuk ajaran.
Berikut beberapa karya sastra Jawa yang memuat ajaran pemerintahan dan kepemimpinan, antara lain:


  • Serat Rama karya R.Ng. Jasadipoera
  • Serta Pustaka Raja Madya karya R.Ng. Yasadipura II,
  • Serat Paniti Praja
  • Serat Wulang Reh karya Paku Buwana IV,
  • Serat Wedhatama karya Mangku Negara VII
  • Serat Laksitaraja karya Mangku Negara VII

Untuk kali ini Joglo mengetengahkan Buku Konsep Kepimpinan Jawa, yang merupakan hasil penelitian, Dra. Suyani, M.Hum. Karya tersebut dikemas dalam bentuk buku saku, dengan Editor Salamun.

Detil Buku:
JUDUL : Konsep Kepemimpinan Jawa [Dalam Ajaran Sastra Cetha dan Astha Brata]
PENGARANG : Drs. Suyami,M.Hum
PENERBIT: KEPEL PRESS Yogyakarta. Jl. Kalimantan, Purwosari, Sinduadi, Mlati, Sleman Yogyakarta. Telp. [0274] 7470601 Hp: 081 227 10912. E-mail: kepelcom@yahoo.com
ISBN : 978-979-3075-25-9
CETAKAN : I. 2008

Tesis Suyami ini hadir karena adanya refleksi yang dilakukan, ketika kesadaranya melihat fenomena yang terjadi saat ini. Menurutnya saat ini terjadi krisis kepemimpinan. Dari krisis inilah, Konsep kempimpinan Jawa akan digunakan untuk meneropong dimensi ideal, hubungan antara Raja, negara dan rakyat. Pola hubungan inilah diharapkan agar tercapainya sebuah tatanan masyarakat yang, “tata tentrem kerta raharja”. Lingkup penelitian ini, dibatasi hanya dalam pencermatan sebuah karya sastra, yakni, serat Rama karya R.Ng. Jasadipoera II. Dalam serat ini terdapat dua ajaran.
Ajaran pertama adalah “sastra cetha” dan “astha brata”
Pemilihan Serat Rama ini, menurut penulisnya, karena dalam Serat Rama terdapat dua ajaran kepemipinan, yang berbeda eruntukkannya. Serat Rama ini merupakan Naskah yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 1925. Naskah ditulis dalam bahasa Jawa dengan huruf latin
AJARAN KEPEMIMPINAN DALAM SASTRA CETHA:
Dalam sastra cetha, Rama mengajarkan kepada Bharata apabila menjadi raja haruslah memperhatikan”paugeran” yang dinamakan Sastra Cetha. Perjalan sejarah mencatat bahwa Sastra Cetha telah lama menjadi pegangan bagi para raja utama, ketika memegang tampuk kepemimpinan. Inti ajaran Sastra Cetha adalah bahwa seorang raja harus mampu dan dapat memahami tiga tingkatan nilai perbuatan, yaitu “nistha” [hina], “madya”[sedang], dan “utama” [terbaik].
Perbuatan yang nistha harus benar-benar “dihindari”, jangan sampai menyentuh. Perbuatan madya cukuplah dimengerti, sedangkan perbuatan yang utama harus diusahakan untuk dilaksanakan.
Dalam sastra cetha disebutkan ada lima macam perbuatan yang membahayakan dan harus dihindarkan dari setiap orang yakni:



  1. pencuri
  2. pencuri wanita
  3. penyamun
  4. penjudi dan penjahat
  5. penjilat..

Dalam tesis Suyami, penjilat diuraikan sebagai berikut:
Ciri-ciri seorang penjilat adalah orang yang merasa menjadi kepercayaan raja, yaitu orang yang merasa hanya dirinyalah yang paling dekat dan dipercaya raja. Lupa pada kenyataan bahwa raja itu milik orang banyak.
Teks Ajaran Sastra Cetha terdapat dalam Pupuh V MIJIL, dan Pupuh VI DHANDHANGGULA

ASTHA BRATA:
Kata astha brata artinya delapan macam kebajikan. Ajaran tersebut diberikan oleh Rama kepada Wibisana pada saat akan diangkat menjadi raja kerajaan Alengka menggantikan kakandanya, yaitu Prabu Rahwana. Di sini Wibisana disuruh melindungi dan memulihkan kesejahteraan Kerajaan Alengka yang telah hancur karena perbuatan prabu Rahwana.
Teks Ajaran Asta Brata terdapat dalam Pupuh LXXVII PANGKUR, Dan Pupuh LXXVIII Mijil.
Dalam menjalankan pemerintahan di Kerajaan alengka tersebut Wibisana dinasehatkan agar mencotoh kebajikan delapan dewa, yaitu Dewa Indra, Dewa Surya, Dewa Bayu, Dewa Kuwera, Dewa Baruna, Dewa Yama, Dewa Candra, dan Dewa Brama.
DEWA INDRA :
Ia mempunyai sifat perwatakan pengasih, penyayang, dan cinta kepada seni keindahan. Apabila “tiwikrama” [berubah wujud] ia mempunyai perbawa halilintar. Ia seringkali diutus untuk memberikan pahala kepada seorang-orang yang mendapat anugerah. [hlm:171]
DEWA SURYA
Dalam asta brata disebutkan sifat Bathara Surya sangat baik budi pekertinya. Dalam segala perintahnya selalu menyenagkan. Selalu berusaha menyejukkan perasaan warga warga. Dalam memerintah tidak pernah mengutamakan dan menggunakan kekerasan, melainkan sangat halus dan selalu memahmi keinginan warga sehingga para warga tidak terasa kalau dibawa ke arah kebaikan. Dia tidak pernah marah juga tidak pernah tergesa-gesa. Dia bisa mempengaruhi hati musush dengan tanpa rasa.
DEWA BAYU
Dalam asta brata disebutkan sifat Bathara Bayu selalu berusaha mengintai mengethui jalan pikiran setiap orang. Usahanya dilakukan tanpa tyerlihat, ibarat tanpa jarak tanpa pertanda. Semua tingkah laku dan gerak gerik setiap orang, baik yang jahat maupunyang berhati mulia dapat diketahui. Ia selalu bisa memahami dan menghayati hati paran warganya.Kebutuhan warga selalu dipenuhi sehingga dalam pemerintahan dapat menyenangkan semua orang.
DEWA KUWERA
Bethara Kuwera sangat bakti kepada perikemanusiaan. Ia seringkali memberi petunjuk, fatwa, pahala, dan perl.indungan serta pertolongan kepada umat di arcapada [dunia]. Dalam asta brata disebutkan sifat Bathara Kuwera senantiasa memberikan kesenangan, baik dalam hal makan maupun kesenangan yang lainnya. Dia memegang teguh kebenaran. Dia selalau mengajarkan tentang kemuliaan dan selalu mempelajari kepribadian yang benar. [hlm:121]
DEWA BARUNA
Dalam, asta brata disebutkan sifatnya yang senantiasa mengenakan senjata. Dia bisa mengusahakan keselamatan dengan berpegang pada kata hati. Semua masalah dipandang dengan penuh hati-hati, serta semua ilmu dan kepandaian berusaha dipelajari. Dia sangat tidak suka, sedih, dan jijik jika melihat tindak asusila dan kejahatan. Oleh karena itu dia selalu berusaha menguasai semua orang yang berbuat jahat untuk diupayakan agar berubah menjadi orang baik-baik.
DEWA YAMA
Dalam asta brta disebutjkan sufat Bathara Yana memberantas semua perbuatan jahat, menghancurkan semua orang yang berbuat jahat di kerajaan. Tidak menghiraukan sanak saudara, apabila jahat tetap dimusnahkan. Semua perbuatan yang tidak baik dicari dan diporak porandakan. Dalam menjaga kerajaan agar sejahtera diusahakan dengan memberantas tuntas semua tindak kejahatan.
DEWA CANDRA
Bersifat pemaaf. Agar seisi kerajaan merasa enak, dalam memrintah selalu dengan perkataan yang harus dan manis. Roman mekanya selalu penuh kelembutan. Dalam segala tindakannya selalu menyenangkan. Dia berisaha memlihara dunia dengan hanya memerintahkan yang baik. Tulus rendah hati. [hlm: 124]
DEWA BRAMA:
Bhatar Brama selalu berusaha mencarikan makan untuk seluruh lapisan rakyat, agar semua warga mencitai negaranya. Bathara Brama bisa mengerti dan memahami kemampuan rakyatnya dan dapat bekerjasama dengan rakyat untuk menghadapi musuh. [hlm: 125]

KONSEP KEPEMIMPINAN YANG RESIPROKAL
Tesis ini mencermati bahwa konsep kepemimpinan Jawa, sejak lama memiliki pola yang “resiprokal” atau hubungan timbal balik yang mesra antara pemimpin dan yang dipimpin.
Resiprokal itu saling memberi, saling menerima.
Dalam sastra cetha disebutkan bahwa kedudukan raja dan prajurit adalah ibarat singa dan hutan. Bala tentara ibarat hutan, sedangkan rajanya ibarat singa. Keselamatan singa bisa terjaga manakala hutannya lebat. Inilah yang dapat disimbolkan sebagai makna “saling”.
PERANAN DAN KEDUDUKAN RAJA BAGI NEGARA DAN RAKYAT.
Dalam buku ini digambarkan bahwa kedudukan raja pada rakyat meliputi:


  1. Raja adalah panutan dan teladan
  2. Raja adalah panutan dan pemimpin
  3. Raja adalah pengayom dan pelindung
  4. Raja adalah pelindung pertahanan dan ketahanan negara
  5. Raja adalah pemelihara kesejahteraan rakyat.

Dalam buku ini juga menguraikan tentang:
Peranan dan kedudukan negara bagi raja dan rakyatanya, serta peranan dan kedudukan rakyat bagi negara dan negaranya. Di sinilah yang menampakkan bahwa komponen negara, raja dan rakyat memilki hubungan yang resiprokal.
[Wusana kata: Model kepemimpinan yang mengedepankan keseimbangan [ ] merupakan sebuah model yang di junjung tinggi di tanah Jawa. Sebuah kerajaan akan tercipta dan memiliki perjalanan sejarah yang sejahtera “tata tentrem kerta raharja”, manakala seorang raja mampu memegang teguh keseimbangan, dan mengkondisikan pada rakyatnya. Dalam mengembangkan ajaran kepemimpinan selau dikemas dalam wadah seni”art”, dan simbol-simbol yang indah,dan kadang puitis. Dalam memberikan ajaran biasanya dilakukan dalam suasana yang kondusif, dalam beberapa hal dicontohkan fragmen bentuk kepemimpinan melalui ceritera pewayangan. Harjuno Sosrobahu, adalah fragmen yang menggambarkan ajaran kepemipinan. Untuk mendalam konsep kepemimpinan Jawa ini, Joglo masih memiliki literature lainhnya, dan akan di Posting kemudian.

  • Javanese Wisdom Berpikir dan Berjiwa Besar [digali dari warisan khasanah budaya Jawa Serat Wulang Reh Karya Sri Paku Buwono IV] oleh Agung Webe.
  • Dari Ilmu Hastha Brata sampai Sastra Jendra Hayuningrat oleh Wawan Susetya
  • Kepemimpinan Jawa oleh Wawas Susetya. ]

Warto Selaras

Google